iklan

Selasa, 25 Juli 2017

Penilaian Otentik

Pengembangan dan Implementasi Perangkat Penilaian Otentik
(Authentic Assessment) dalam Pembelajaran Fisika

Cut Putri Hayati
Program Studi Pendidikan IPA Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 23111
e-mail: cutputri.hayati@yahoo.co.id


Abstrak
Dalam penerapan penilaian otentik (Authentic Assessment) masih ada beberapa kendala, salah satunya adalah pada penerapannya yang belum dikuasai sepenuhnya oleh guru dan dalam hal membuat instrument penilaian yang masih membingungkan. Berbeda dengan penilaian biasa yang lebih mengedepankan pengetahuan, penilaian otentik adalah penilaian yang mengedepankan tiga aspek, yaitu aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan serta berhubungan lansung dengan dunia nyata. Pengembangan penilaian otentik merupakan suatu strategi untuk mengembangkan penilaian agar memudahkan penilaian dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian penilaian otentik yang dikembangkan dapat memudahkan guru dan membantu peserta didik untuk dapat terus mengembangkan diri dan bersikap lebih baik lagi.

Kata Kunci: Penilaian, Penilaian otentik, Pengetahuan, Sikap, Keterampilan

PENDAHULUAN
Penilaian merupakan pusat pengajaran dan pembelajaran. Informasi penilaian itu diperlukan untuk membuat keputusan mengenai kemampuan belajar peserta didik, menempatkan mereka pada tingkat yang sesuai dan prestasi mereka, Fook (2010). Dalam situasi belajar mengajar, penilaian dilakukan oleh guru untuk mengetahui sejauh mana kesuksesan dari tujuan pembelajaran yang sudah dirancang dan direncanakan sebelumnya. Namun beberapa dekade penelitian tentang belajar dan kinerja manusia telah menunjukkan bahwa penilaian konvensional saja telah gagal membangun penilaian yang valid. Lebih dari itu keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik atau untuk mendukung kapasitas mereka dalam melakukan tugas-tugas dunia nyata tidak di ukur, Resnick (1987).
Hal ini membuktikan bahwa tes tradisional (tes tertulis) yang diberikan selama ini tidak valid dalam menentukan kemampuan belajar peserta didik. Guru masih memegang peranan dalam merancang dan melakukan penilaian terhadap peserta didik, dan peserta didik tidak diberikan kesempatan atau berperan aktif untuk dapat  bertanggungjawab dalam proses belajar. Ini tentu saja jauh dari definisi penilaian, karena penilaian berarti rangkaian kegiatan untuk memperoleh , menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang objektif dalam pengambilan keputusan. Penilaian kelas dilakukan dengan melalui berbagai teknik seperti penilaian unjuk kerja (performance), penilaian tertulis (paper and pencil tes) atau lisan, penilaian proyek, penilaian produk, penilaian melalui kumpulan hasil karya (portofolio) dan penilaian diri” Yuniarti (2014).
Oleh sebab itu dibuatlah penilaian otentik yang dapat mengukur segala aspek dan melengkapi penilaian sebelumnya. Majid (2014) mengungkapkan bahwa penialian otentik merupakan pelengkap penilaian tradisional. Dengan penerapan penilaian otentik yang tepat, maka akan sangat membantu peserta didik untuk mengembangkan dan mengoptimalkan kemampuannya dibidang masing-masing. Guna meningkatkan mutu proses pembelajaran haruslah diterapkan penilaian otentik yang mampu mengukur kemampuan peserta didik secara tepat/nyata dan sekaligus mampu dijadikan dasar pengembangan proses pembelajaran, Wormeli (2006 : 33).
 Penilaian otentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan dicapai Nurhadi (2004). Selain itu penilaian otentik menyediakan beberapa jalur untuk demonstrasi belajar dibandingkan dengan penilaian tradisional seperti menjawab pertanyaan pilihan ganda yang kurang variabilitas, karena kemampuan peserta didik perlu untuk menunjukkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki Pellegrino (2001). Dengan demikian, ketika dinilai otentik peserta didik memiliki kesempatan untuk mensintesis pengetahuan dan proses untuk menciptakan strategi atau produk baru. Memasukkan tugas yang memiliki nilai luar sekolah (seperti tugas yang tercermin dari pekerjaan yang dilakukan oleh orang dewasa dalam disiplin) membantu peserta didik membuat hubungan dengan dunia di luar kelas, Weeb (2010).
Oleh sebab itu pembelajaran fisika yang merupakan pelajaran sains dan salah satu mata pelajaran yang ditetapkan di SMP dan SMA juga menerapkan penilaian otentik sebagai pedoman penilaiannya. Dalam penerapannya penilaian otentik tidak selalu berjalan dengan semestinya sesuai dengan apa yang telah direncanakan dan diharapkan, termasuk dalam prakteknya di laboratorium dan dalam menilai sikap peserta didik. Dengan adanya penerapan penilaian otentik dalam proses belajar mengajar maka akan ada perubahan strategi belajar yang lebih nyata karena Guru didorong untuk memperluas wawasan mereka dalam strategi belajar mengajar untuk memasukkan pedagogi baru dan inovatif, berkomunikasi secara efektif, berkolaborasi secara luas dan memecahkan masalah secara reflektif, Kim (2011).
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan di SMA N 4 Banda Aceh, kurang pahamnya guru mengimplementasikan penilaian otentik, seperti kesulitan dalam menilai peserta didik, terlalu susah membuat lembar penilaian, tidak tahu kapan harus menilai dan kapan harus mengajar serta kurangnya buku pegangan untuk guru dan peserta didik menjadi kendala utamanya. Selain itu, keterbatasan waktu yang di beri 145 menit per pertemuan tidak sebanding dengan banyak materi yang harus dajarkan dengan memberi penilaian otentik yang sejalan dengan pembelajaran. Situasi kelas yang ribut dan susah diatur menjadi faktor lainnya yang menghambat guru menerapkan penilaian otentik. Sehingga terkadang guru masih menyelipkan penilaian tradisional dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian, peserta didik masih belum sepenuhnya merasakan manfaat dari penilaian otentik, disebabkan permasalahan-permasalahan tersebut.
Tidak hanya di Indonesia, di negara lainpun penilaian otentik masih memiliki kendala, Susila (2012) dalam penelitiannya mengatakan “terdapat beberapa sumber kendala yang dihadapi oleh para guru dalam menilai unjuk kerja peserta didik, yaitu: pertama, pedoman penyekoran dalam instrument tidak jelas sehingga sukar digunakan, komponen-komponen yang dinilai sulit untuk diamati, sehingga cenderung diabaikan; Kedua,  penilaian (rater) umumnya hanya satu orang, yaitu guru bidang studi. Sedangkan komponen-komponen yang dinilai dan jumlah peserta didik yang dinilai cukup banyak. Sehingga sulit untuk mendapatkan pembanding untuk dijadikan bahan pertimbangan mengambil keputusan; Ketiga, kemungkinan ada kecenderungan untuk memberi nilai tinggi atau sebaliknya, hal ini diakibatkan oleh instrument yang digunakan belum memenuhi persyaratan validitas, reliabilitas dan kepraktisannya.
Berdasarkan latar permasalahan tersebut maka dibutuhkan pengembangan terhadap penilaian otentik agar penilaian otentik dapat sepenuhnya diterapkan dan memberikan hasil yang diharapkan baik dari segi pengetahuan, sikap maupun keterampilan.

PEMBAHASAN
Karakteristik Penilaian Otentik
Dalam penerapannya penilaian otentik mempunyai empat karakteristik, yaitu: (1) Penilaian otentik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembelajaran dikelas. Ini berarti penilaian otentik dilakukan selama proses pembelajaran berlansung, baik berbentuk pengumpulan portofolio peserta didik maupun hasil tugas yang dilakukan peserta didik selama mengikuti pelajaran. (2) Penilaian otentik merupakan cerminan dunia nyata bukan sebagai kerja sekolah yang semata-mata memecahkan masalah. Ini berarti bahwa semua kegiatan atau pelatihan peserta didik dalam proses pencapaian kompetensi tertentu harus diarahkan pada kegiatan yang konstektual, tidak mengada-ngada (yang tidak ada dalam kehidupan nyata. (3) Penilaian otentik menggunakan banyak ukuran/metode/kriteria. Pengertian “banyak ukuran”, “banyak metode” atau “banyak kriteria” tidak berarti guru dapat menggunakan seenaknya, tetapi guru diberikan keleluasaan memilih ukuran/metode/krteria yang sesuai dengan sifat kompetensi yang ingin dicapai, kondisi/perkembangan peserta didik dan kondisi lingkungan. (4) Penilaian otentik bersifat komprehensif dan holistik. Kekomprehensif dan keholisyikan ini menampak pada assessment yang melibatkan berbagai ranah kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) dan kelengkapan cakupan kompetensi yang ingin dicapai, Muslich (2011)

Perangkat Penilaian Otentik
Perangkat penilaian ada tiga, yaitu: penilaian kompetensi pengetahuan (Knowledge), Penilaian kompetensi sikap (Attitude), dan penilaian kompetensi keterampilan (Skill). Diadaptasi dari Hosnan (2014). (1) Penilaian Kompetensi Pengetahuan (Knowledge) Penilaian Kompetensi Pengetahuan meliputi tiga tahap, yaitu: (a) Instrumen tes tulis: berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar salah, menjodohkan dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi dengan pedoman penskoran. (b) Instrumen tes lisan: berupa daftar pertanyaan yang diberikan oleh guru secara ucap/oral sehingga peserta didik merespon pertanyaan tersebut, sehingga menimbulkan keberanian dari peserta didik. Jawaban dapat berupa frase, kata, kalimat atau paragraph yang diucapkan. (c) Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan/ atau projek yang dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas.
(2) Penilaian Sikap (Attitude) Penilaian sikap meliputi empat tahap, yaitu: (a) Observasi: merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara lansung maupun tidak lansung dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indicator perilaku yang diamati. (b) Penilaian diri: merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrument yang digunakan berupa lembar penilaian diri. (c) Penilaian antar peserta didik/teman: merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Instrument yang digunakan berupa lembar penilaian antarpeserta didik. (d) Jurnal/catatan guru: merupakan catatan pendidik didalam dan diluar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.
(3) Penilaian Kompetensi Keterampilan (Skill) Ada tiga tahap yang meliputi penilaian kompetensi sikap, yaitu: (a) Tes Praktik/ Kinerja atau performance, yaitu penilaian yang menuntut respons berupa keterampilan melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi. (b) Penilaian projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu. (c) Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang bersifat reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi dan/ atau kreatifitas peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Karya tersebut dapat berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan kepedulian peserta didik terhadap lingkungan.

Penelitian Tentang Penilaian Otentik
Moon (2005) “Development of Authentic Assessments for the Middle School Classroom”. Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa jenis penilaian dapat memberikan kualitas informasi tentang belajar peserta didik, serta menginformasikan proses pembelajaran. Dari pemahaman saat ini ilmu kognitif, peserta didik tidak dipandang sebagai perekam informasi faktual, tetapi lebih sebagai pencipta struktur pengetahuan mereka sendiri yang lebih unik. Sementara banyak pendidik menganjurkan penilaian otentik untuk semua peserta didik, lingkungan sekolah menengah dan kebutuhan khusus peserta didik sekolah menengah menunjukkan alasan tertentu mengapa pendekatan penilaian authentik ini cocok diterapkan.
Tungkasamit (2012) “The Development of Authentic Assessment Training Curriculum for Research-Based Learning Class in Higher Education of Thailand”. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Dalam pengembangan kurikulum  membutuhkan penilaian yang mencakup segala aspek, termasuk aspek penelitian. Pelaksanaan penilaian otentik berbasis penelitian dalam pelatihan kurikulum di Thailand sangat efektif karena dapat menghasilkan pengetahuan yang lebih baik, meningkatkan keterampilan  dalam belajar mengajar. Serta dapat melakukan penilaian terhadap diri sendiri.
Fatonah (2013) “Developing an Authentic Assessment Model in Elementary School Science Teaching”. Berdasarkan analisis dari kuesioner yang diisi oleh guru dan pelaksanaan penilaian otentik, model penilaian ini dianggap efektif karena itu sah, terpercaya, objektif, sistematis dan praktis.  Kualitas produk penelitian (a) model penilaian autentik memenuhi kriteria valid, termasuk semua aspek seperti tugas, rubrik, prinsip-prinsip penilaian autentik, kegiatan, dan praktek belajar mengajar. Semua aspek memiliki kriteria sangat baik dan mereka dapat digunakan tanpa revisi, (b) semua instrumen dari Penilaian otentik dalam ilmu mengajar di kelas IV dan V memenuhi kriteria sebagai valid, terpercaya, objektif, sistematis, dan instrumen praktis.

KESIMPULAN
1.        Berdasarkan penelitian sebelumnya, penilaian otentik terbukti dapat lebih dipercaya dan dapat mengukur keseluruhan dari aktifitas peserta didik selama proses belajar mengajar berlansung.
2.        Penilaian otentik dapat menambah wawasan guru dan peserta didik serta pembelajarannya dihubungkan dengan tugas-tugas dunia nyata seperti yang ada dalam kehidupan sehari-hari
3.        Penilaian otentik merupakan penilaian yang lebih lengkap daripada penilaian tradisional. Hal ini akan mengutungkan peserta didik dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya.

  
DAFTAR PUSTAKA


Fatonah, Siti. 2011. Pengembangan Instrument Pembelajaran Sains yang Humanis di SD/MI. Laporan hasil Penelitian. Yogyakarta; Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga.

Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Konstektual dalam Pembelajaran Abad 21, Kunci Sukses Implementasi Kurikulum 2013. Bogor; Ghalia Indonesia.

Kim H, Koh. Charlene Tan & Pak Tee Ng. 2011. Creating thingking schools through authentic assessment; the case in Singapore. Educ Asse Eval Acc. 24

Majid, Abdul. 2014. Penilain Autentik; proses dan hasil Belajar. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.

Muller, J (2006). Authentic Assessment. North Central College. Tersedia: http://jonatan.muller.faculty.noctrl.edu/toolbox/whatisist.htm; di akses 29 september 2015.

Moon, Tonya R. Brighton, Catherine M. Callahan, Carolyn M and Robinson, Ann. 2005. Development of Authentic Assessments for the Middle School Classroom. JSGE. The Journal of Secondary Gifted Education. XVI : 2/3

Muslich, Masnur. 2011. Authentic Assessment, Penilaian Berbasis Kelas dan Kompetensi. Bandung; PT.Refika Aditama.

Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004: pertanyaan dan jawaban. Jakarta; Grasindo.

Pellegrino, James. 2001. Knowing What Student Know: The Science and desing of educational Assessment. National Academies Press. XIX(2) : 48-52

Resnick, L. B. 1987. Learning in school and out. Educational Researcher. 16 (9): 13-20

Susila, I Ketut. 2012. Pengembangan Instrument Penilaian Unjuk Kerja (Performance Assessment) Laboratorium pada Mata Pelajaran Fisika Sesuai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMA Kelas X di Kabupaten Gianyar. Program Pascasarjana Unversitas Pendidikan GANESHA.5-6

Tungkasamit, Angkana and Junpeng, Putcharee. 2012. The Development of Authentic Assessment Training Curriculum for Research-Based Learning Class in Higher Education of Thailand. Procedia - Social and Behavioral Sciences. 69: 1168-1173

Yaumi, Muhammad. 2013. Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran; disesuaikan dengan kurikulum 2013. Jakarta; Kencana

Yuniarti, Budi. Fatmaryanti, Siska D. Maftukhin, Arif. 2014. Pengembangan Instrumen Penilaian Psikomotorik pada Pelaksanaan Praktikum Fisika Peserta didik Kelas X SMA Negeri Purworejo Tahun Pelajaran 2013/2014. Program Studi Pendidikan Fisika. Universitas Purworejo. 5 (1)

Weeb, David C. 2010. Troubleshooting assessment: an authentic problem solving activity for it education. Procedia Social and Behavioral Sciences. 9 : 903-907

Wormeli, Rick. 2006. Fair Isn’t Always Equa: Assesing & Grading in the Differentiated Clasroom. Ohi: NMSA.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kelebihan dan kekurangan komik sebagai media pembelajaran

Kelebihan dan kekurangan Komik Menurut Rohani (1997:21) Media komik merupakan media yang mempunyai sifat sederhana, jelas, mudah dipahami,...