Pengembangan dan
Implementasi Perangkat Penilaian Otentik
(Authentic Assessment) dalam Pembelajaran
Fisika
Cut
Putri Hayati
Program Studi Pendidikan IPA Program Pascasarjana
Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 23111
e-mail:
cutputri.hayati@yahoo.co.id
Abstrak
Dalam
penerapan penilaian otentik (Authentic
Assessment)
masih
ada beberapa kendala, salah satunya adalah pada penerapannya yang belum
dikuasai sepenuhnya oleh guru dan dalam hal membuat instrument penilaian yang
masih membingungkan. Berbeda dengan penilaian biasa yang lebih mengedepankan
pengetahuan, penilaian otentik adalah penilaian yang mengedepankan tiga aspek,
yaitu aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan serta berhubungan lansung
dengan dunia nyata. Pengembangan penilaian otentik merupakan suatu strategi
untuk mengembangkan penilaian agar memudahkan penilaian dalam proses belajar
mengajar. Dengan demikian penilaian otentik yang dikembangkan dapat memudahkan
guru dan membantu peserta didik untuk dapat terus mengembangkan diri dan bersikap
lebih baik lagi.
Kata Kunci:
Penilaian,
Penilaian
otentik, Pengetahuan, Sikap, Keterampilan
PENDAHULUAN
Penilaian
merupakan pusat pengajaran dan pembelajaran. Informasi penilaian itu diperlukan untuk
membuat keputusan mengenai kemampuan belajar peserta didik, menempatkan mereka pada tingkat yang sesuai
dan prestasi mereka, Fook (2010).
Dalam situasi belajar mengajar, penilaian dilakukan oleh guru untuk mengetahui
sejauh mana kesuksesan dari tujuan pembelajaran yang sudah dirancang dan
direncanakan sebelumnya. Namun beberapa dekade penelitian tentang belajar dan
kinerja manusia telah menunjukkan bahwa penilaian konvensional saja telah gagal
membangun penilaian yang valid. Lebih dari itu keterampilan berpikir tingkat
tinggi peserta didik atau untuk mendukung kapasitas mereka dalam melakukan
tugas-tugas dunia nyata tidak di ukur, Resnick (1987).
Hal
ini membuktikan bahwa tes tradisional (tes tertulis) yang diberikan selama ini
tidak valid dalam menentukan kemampuan belajar peserta didik. Guru masih memegang peranan dalam
merancang dan melakukan penilaian terhadap peserta didik, dan peserta didik
tidak diberikan kesempatan atau berperan aktif untuk dapat bertanggungjawab dalam proses belajar. Ini tentu saja jauh dari definisi penilaian, karena penilaian berarti rangkaian kegiatan
untuk memperoleh , menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil
belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan
sehingga menjadi informasi yang objektif dalam pengambilan keputusan. Penilaian
kelas dilakukan dengan melalui berbagai teknik seperti penilaian unjuk kerja (performance),
penilaian tertulis (paper and pencil tes) atau lisan, penilaian proyek,
penilaian produk, penilaian melalui kumpulan hasil karya (portofolio)
dan penilaian diri” Yuniarti (2014).
Oleh sebab
itu dibuatlah penilaian otentik yang dapat mengukur segala aspek dan melengkapi
penilaian sebelumnya. Majid (2014) mengungkapkan bahwa penialian otentik merupakan pelengkap penilaian tradisional. Dengan penerapan penilaian otentik yang tepat, maka akan sangat membantu
peserta didik untuk mengembangkan dan mengoptimalkan kemampuannya dibidang
masing-masing. Guna meningkatkan mutu proses pembelajaran haruslah diterapkan
penilaian otentik yang mampu mengukur kemampuan peserta didik secara
tepat/nyata dan sekaligus mampu dijadikan dasar pengembangan proses
pembelajaran, Wormeli (2006 : 33).
Penilaian otentik adalah
proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian
pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik melalui berbagai teknik yang
mampu mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran
telah benar-benar dikuasai dan dicapai Nurhadi (2004). Selain itu penilaian otentik
menyediakan beberapa jalur untuk demonstrasi belajar dibandingkan
dengan penilaian tradisional seperti menjawab pertanyaan pilihan ganda yang
kurang variabilitas,
karena kemampuan peserta didik perlu untuk menunjukkan pengetahuan dan
keterampilan yang mereka miliki Pellegrino (2001).
Dengan demikian, ketika dinilai otentik peserta didik memiliki kesempatan untuk
mensintesis pengetahuan dan proses untuk menciptakan strategi atau produk baru.
Memasukkan tugas yang memiliki nilai luar sekolah (seperti tugas yang tercermin
dari pekerjaan yang dilakukan oleh orang dewasa dalam disiplin) membantu peserta
didik membuat hubungan dengan dunia di luar kelas, Weeb (2010).
Oleh
sebab itu pembelajaran fisika yang merupakan pelajaran sains dan salah satu
mata pelajaran yang ditetapkan di SMP dan SMA juga menerapkan penilaian otentik
sebagai pedoman penilaiannya. Dalam penerapannya penilaian otentik tidak selalu
berjalan dengan semestinya sesuai dengan apa yang telah direncanakan dan
diharapkan, termasuk dalam prakteknya di laboratorium dan dalam menilai sikap peserta
didik. Dengan adanya penerapan penilaian otentik dalam proses
belajar mengajar maka akan ada perubahan strategi belajar yang lebih nyata
karena Guru didorong untuk memperluas wawasan
mereka dalam strategi belajar mengajar untuk memasukkan pedagogi baru dan
inovatif, berkomunikasi secara efektif, berkolaborasi secara luas dan
memecahkan masalah secara reflektif, Kim
(2011).
Berdasarkan observasi
awal yang dilakukan di SMA N 4 Banda Aceh, kurang pahamnya guru
mengimplementasikan penilaian otentik, seperti kesulitan dalam menilai peserta
didik, terlalu susah membuat lembar penilaian, tidak tahu kapan harus menilai
dan kapan harus mengajar serta kurangnya buku pegangan untuk guru dan peserta
didik menjadi kendala utamanya. Selain itu, keterbatasan waktu yang di beri 145
menit per pertemuan tidak sebanding dengan banyak materi yang harus dajarkan
dengan memberi penilaian otentik yang sejalan dengan pembelajaran. Situasi
kelas yang ribut dan susah diatur menjadi faktor lainnya yang menghambat guru
menerapkan penilaian otentik. Sehingga terkadang guru masih menyelipkan
penilaian tradisional dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian, peserta
didik masih belum sepenuhnya merasakan manfaat dari penilaian otentik,
disebabkan permasalahan-permasalahan tersebut.
Tidak hanya di
Indonesia, di negara lainpun penilaian otentik masih memiliki kendala, Susila
(2012) dalam penelitiannya mengatakan “terdapat beberapa sumber kendala yang
dihadapi oleh para guru dalam menilai unjuk kerja peserta didik, yaitu: pertama, pedoman penyekoran dalam
instrument tidak jelas sehingga sukar digunakan, komponen-komponen yang dinilai
sulit untuk diamati, sehingga cenderung diabaikan; Kedua, penilaian (rater)
umumnya hanya satu orang, yaitu guru bidang studi. Sedangkan komponen-komponen
yang dinilai dan jumlah peserta didik yang dinilai cukup banyak. Sehingga sulit
untuk mendapatkan pembanding untuk dijadikan bahan pertimbangan mengambil
keputusan; Ketiga, kemungkinan ada
kecenderungan untuk memberi nilai tinggi atau sebaliknya, hal ini diakibatkan
oleh instrument yang digunakan belum memenuhi persyaratan validitas,
reliabilitas dan kepraktisannya.
Berdasarkan
latar permasalahan tersebut maka dibutuhkan pengembangan terhadap penilaian
otentik agar penilaian otentik dapat sepenuhnya diterapkan dan memberikan hasil
yang diharapkan baik dari segi pengetahuan, sikap maupun keterampilan.
PEMBAHASAN
Karakteristik
Penilaian Otentik
Dalam penerapannya penilaian otentik mempunyai empat
karakteristik, yaitu: (1) Penilaian otentik merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari pembelajaran dikelas. Ini berarti penilaian otentik dilakukan
selama proses pembelajaran berlansung, baik berbentuk pengumpulan portofolio
peserta didik maupun hasil tugas yang dilakukan peserta didik selama mengikuti
pelajaran. (2) Penilaian otentik merupakan cerminan dunia nyata bukan sebagai
kerja sekolah yang semata-mata memecahkan masalah. Ini berarti bahwa semua
kegiatan atau pelatihan peserta didik dalam proses pencapaian kompetensi
tertentu harus diarahkan pada kegiatan yang konstektual, tidak mengada-ngada
(yang tidak ada dalam kehidupan nyata. (3) Penilaian otentik menggunakan banyak
ukuran/metode/kriteria. Pengertian “banyak ukuran”, “banyak metode” atau
“banyak kriteria” tidak berarti guru dapat menggunakan seenaknya, tetapi guru
diberikan keleluasaan memilih ukuran/metode/krteria yang sesuai dengan sifat
kompetensi yang ingin dicapai, kondisi/perkembangan peserta didik dan kondisi
lingkungan. (4) Penilaian otentik bersifat komprehensif dan holistik.
Kekomprehensif dan keholisyikan ini menampak pada assessment yang melibatkan berbagai ranah kompetensi (pengetahuan,
keterampilan, dan sikap) dan kelengkapan cakupan kompetensi yang ingin dicapai,
Muslich (2011)
Perangkat
Penilaian Otentik
Perangkat penilaian ada
tiga, yaitu: penilaian kompetensi pengetahuan (Knowledge), Penilaian kompetensi sikap (Attitude), dan penilaian kompetensi keterampilan (Skill). Diadaptasi dari Hosnan (2014).
(1) Penilaian Kompetensi Pengetahuan (Knowledge)
Penilaian Kompetensi Pengetahuan meliputi tiga tahap, yaitu: (a) Instrumen tes
tulis: berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar salah,
menjodohkan dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi dengan pedoman penskoran.
(b) Instrumen tes lisan: berupa daftar pertanyaan yang diberikan oleh guru
secara ucap/oral sehingga peserta didik merespon pertanyaan tersebut, sehingga
menimbulkan keberanian dari peserta didik. Jawaban dapat berupa frase, kata,
kalimat atau paragraph yang diucapkan. (c) Instrumen penugasan berupa pekerjaan
rumah dan/ atau projek yang dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai
dengan karakteristik tugas.
(2) Penilaian Sikap (Attitude) Penilaian sikap meliputi empat
tahap, yaitu: (a) Observasi: merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara
berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara lansung maupun tidak
lansung dengan menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indicator
perilaku yang diamati. (b) Penilaian diri: merupakan teknik penilaian dengan
cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya
dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrument yang digunakan berupa lembar
penilaian diri. (c) Penilaian antar peserta didik/teman: merupakan teknik
penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan
pencapaian kompetensi. Instrument yang digunakan berupa lembar penilaian
antarpeserta didik. (d) Jurnal/catatan guru: merupakan catatan pendidik didalam
dan diluar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan
kelemahan peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.
(3) Penilaian
Kompetensi Keterampilan (Skill) Ada
tiga tahap yang meliputi penilaian kompetensi sikap, yaitu: (a) Tes Praktik/
Kinerja atau performance, yaitu penilaian yang menuntut respons berupa
keterampilan melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan
kompetensi. (b) Penilaian projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan
perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam
waktu tertentu. (c) Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan
cara menilai kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang
bersifat reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi
dan/ atau kreatifitas peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Karya tersebut
dapat berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan kepedulian peserta didik
terhadap lingkungan.
Penelitian
Tentang Penilaian Otentik
Moon (2005) “Development of Authentic Assessments for the
Middle School Classroom”. Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa jenis
penilaian dapat memberikan kualitas informasi tentang belajar peserta didik,
serta menginformasikan proses pembelajaran. Dari pemahaman saat ini ilmu
kognitif, peserta didik tidak dipandang sebagai perekam informasi faktual,
tetapi lebih sebagai pencipta struktur pengetahuan mereka sendiri yang lebih
unik. Sementara banyak pendidik menganjurkan penilaian otentik untuk semua peserta
didik, lingkungan sekolah menengah dan kebutuhan khusus peserta didik sekolah
menengah menunjukkan alasan tertentu mengapa pendekatan penilaian authentik ini
cocok diterapkan.
Tungkasamit (2012) “The Development of Authentic Assessment
Training Curriculum for Research-Based Learning Class in Higher Education of
Thailand”. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Dalam pengembangan
kurikulum membutuhkan penilaian yang
mencakup segala aspek, termasuk aspek penelitian. Pelaksanaan penilaian otentik
berbasis penelitian dalam pelatihan kurikulum di Thailand sangat efektif karena
dapat menghasilkan pengetahuan yang lebih baik, meningkatkan keterampilan dalam belajar mengajar. Serta dapat melakukan
penilaian terhadap diri sendiri.
Fatonah (2013) “Developing an
Authentic Assessment Model in Elementary School Science Teaching”. Berdasarkan
analisis dari kuesioner yang diisi oleh guru dan pelaksanaan penilaian otentik,
model penilaian ini dianggap efektif karena itu sah, terpercaya, objektif,
sistematis dan praktis. Kualitas produk
penelitian (a) model penilaian autentik memenuhi kriteria valid, termasuk semua
aspek seperti tugas, rubrik, prinsip-prinsip penilaian autentik, kegiatan, dan
praktek belajar mengajar. Semua aspek memiliki kriteria sangat baik dan mereka
dapat digunakan tanpa revisi, (b) semua instrumen dari Penilaian otentik dalam
ilmu mengajar di kelas IV dan V memenuhi kriteria sebagai valid, terpercaya,
objektif, sistematis, dan instrumen praktis.
KESIMPULAN
1.
Berdasarkan
penelitian sebelumnya, penilaian otentik terbukti dapat lebih dipercaya dan dapat
mengukur keseluruhan dari aktifitas peserta didik selama proses belajar
mengajar berlansung.
2.
Penilaian otentik
dapat menambah wawasan guru dan peserta didik serta pembelajarannya dihubungkan
dengan tugas-tugas dunia nyata seperti yang ada dalam kehidupan sehari-hari
3.
Penilaian otentik
merupakan penilaian yang lebih lengkap daripada penilaian tradisional. Hal ini
akan mengutungkan peserta didik dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya.
DAFTAR
PUSTAKA
Fatonah, Siti.
2011. Pengembangan Instrument
Pembelajaran Sains yang Humanis di SD/MI. Laporan hasil Penelitian.
Yogyakarta; Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga.
Hosnan,
M. 2014. Pendekatan Saintifik dan
Konstektual dalam Pembelajaran Abad 21, Kunci Sukses Implementasi Kurikulum
2013. Bogor; Ghalia Indonesia.
Kim H, Koh. Charlene Tan & Pak Tee Ng. 2011. Creating
thingking schools through authentic assessment; the case in Singapore. Educ Asse Eval
Acc. 24
Majid, Abdul.
2014. Penilain Autentik; proses dan hasil
Belajar. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Muller,
J (2006). Authentic Assessment. North
Central College. Tersedia:
http://jonatan.muller.faculty.noctrl.edu/toolbox/whatisist.htm; di akses 29
september 2015.
Moon, Tonya R. Brighton, Catherine M. Callahan, Carolyn
M and Robinson, Ann. 2005. Development of Authentic Assessments for the Middle
School Classroom. JSGE. The Journal of
Secondary Gifted Education. XVI :
2/3
Muslich, Masnur. 2011. Authentic
Assessment, Penilaian Berbasis Kelas dan Kompetensi. Bandung; PT.Refika
Aditama.
Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004: pertanyaan dan jawaban.
Jakarta; Grasindo.
Pellegrino,
James. 2001. Knowing What Student Know: The Science and desing of educational
Assessment. National Academies Press.
XIX(2) : 48-52
Resnick,
L. B. 1987. Learning in school and out. Educational
Researcher. 16 (9): 13-20
Susila, I Ketut.
2012. Pengembangan Instrument Penilaian Unjuk Kerja (Performance Assessment)
Laboratorium pada Mata Pelajaran Fisika Sesuai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
SMA Kelas X di Kabupaten Gianyar. Program
Pascasarjana Unversitas Pendidikan GANESHA.5-6
Tungkasamit,
Angkana and Junpeng, Putcharee. 2012. The Development of Authentic Assessment
Training Curriculum for Research-Based Learning Class in Higher Education of
Thailand. Procedia - Social and
Behavioral Sciences. 69: 1168-1173
Yaumi, Muhammad.
2013. Prinsip-prinsip Desain
Pembelajaran; disesuaikan dengan kurikulum 2013. Jakarta; Kencana
Yuniarti, Budi.
Fatmaryanti, Siska D. Maftukhin, Arif. 2014. Pengembangan Instrumen Penilaian
Psikomotorik pada Pelaksanaan Praktikum Fisika Peserta didik Kelas X SMA Negeri
Purworejo Tahun Pelajaran 2013/2014. Program
Studi Pendidikan Fisika. Universitas Purworejo. 5 (1)
Weeb, David C.
2010. Troubleshooting assessment: an authentic problem solving activity for it
education. Procedia Social and Behavioral Sciences. 9 : 903-907
Wormeli, Rick.
2006. Fair Isn’t Always Equa: Assesing
& Grading in the Differentiated Clasroom. Ohi: NMSA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar